Tunggal Putra Loyo, Mau Berharap Pada Siapa ?
edit foto by : obrolan arena
Beberapa dekade silam perbulutangkisan Indonesia merajai dunia. Indonesia sejak dulu hingga hari ini selalu mempunyai pemain hebat yang mampu mengharumkan nama negara. Salah satu sektor yang kerap menjadi andalan adalah tunggal putra, dulunya kita mempunyai tunggal putra hebat mendunia seperti Rudy Hartono Kurniawan yang juara All England 8 kali, 7 diantaranya didapat secara beruntun mulai tahun 1968 sampai 1974 dan satu gelar lagi ia dapatkan di tahun 1976. Kilau Rudy Hartono semakin silau tatkala berhasil juara Olimpiade 1972 di Munich Jerman. Saking seringnya beliau mengharumkan nama bangsa hingga akhirnya Rudy Hartono dianugerahi penghargaan Bintang Jasa Utama, sebuah penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia sebagai bentuk apresiasi jasa dan pejuangannya untuk Indonesia.
Kemudian ada Liem Swie King yang mengejutkan dunia karena berhasil juara All England di usia 20 tahun pada gelaran All England 1976. Anak muda jebolan PB Djarum ini adalah salah satu legenda hidup bulutangkis tunggal puta Indonesia. Bermula dari kampiun Kejurnas 1974 dan 1975 membuka jalannya untuk memperjuangkan merah putih di dada pada tahun berikutnya. King - sebutannya kala itu bermain rangkap di sektor ganda putra dan diapun juga berhasil juara si sektor itu, tepatnya medali emas Kejuaraan Dunia 1984 bersama Kartono Hariamanto. Kisah hidup Liem Swie King diabadikan lewat film dokumenter yang berjudul King pada tahun 2009.
Kemudian pada tahun 1983 nomer tunggal putra Indonesia keluar sebagai juara dunia atas nama Icuk Sugiarto. Ayah dari Tommy Sugiarto ini mengoleksi tiga gelar Indonesia Terbuka tahun 1982, 1986, dan 1988. Tiga gelar juga ia koleksi dari arena Sea Games 1985, 1987, 1989. Gelar prestisius lainnya yang dimiliki Icuk adalah juara satu China Open 1986. Dengan karirnya yang kondang membuat Icuk dibanjiri penghargaan dari dalam dan luar negeri. Tahun 1984 mendapat Tanda Jasa Bintang Kelas I dari Menpora. Atlet terbaik Asia 1986 pilihan wartawan China. Atlet terbaik Indonesia 4 kali. bahkan dimasa purnanyapun beliau masih dianugerahi penghargaan Gadget Award kategori Tokoh Olahraga tahun 2007.
Tidak berhenti sampai disitu, sektor tunggal putra bulutangkis kembali menggila dengan kehadiran Alan Budikusuma yang merengkuh medali emas Olimpiade Barcelona 1992. ditahun sebelumnya Alan sudah menunjukkan geliatnya dengan keluar sebagai juara di China terbuka dan juara Indonesia Terbuka tahun 1993. Kini Alan Budikusuma merajut rumah tangga bersama legenda tungaal putri Susi Susanti.
Supremasi tunggal putra Indonesia terakhir dipegang oleh Taufik Hidayat yang berhasil mengalungkan medali emas olimpiade Athena pada tahun 2004. Ditahun berikutnya Taufik rengkuh gelar juara Dunia di Anaheim. Suporter Indonesia sangat senang apabila Taufik membela Indonesia di Indonesia Open, bagaimana tidak ? Taufik sudah menghadirkan 6 gelar Indonesia Open tahun 1999, 2000, 2002, 2003, 2004, 2006. Atlet asal Bandung ini juga berhasil taklukkan Asian Games Busan 2002 dan Doha 2006. Taufik turut mengantarkan Indonesia menjuarai Thomas Cup tahun 2000 dan 2002. Gelar membanggakan lainnya milik Taufik datang dari Emas Sea Games 1999 Filipina dan 2007 Thailand. Satu-satunya gelar prestisius yang gagal Taufik dapatkan adalah All England. Taufik Hidayat memutuskan keluar dari pelatnas Cipayung Indonesia pada 30 Januari 2009, sekaligus menjadi keruntuhan tunggal putra dikancah dunia.
Pertanyaannya sekarang Indonesia mau berharap pada siapa di tunggal putra? saat ini Indonesia mempunyai dua pebulutangkis tunggal putra di ranking 10 besar yakni Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie. Diantara keduanya Ginting lebih mentereng karena berhasil juara pada level super 1000 tepatnya di China Open 2018 mengalahkan pebulutangkis kidal Jepang Kento Momota. Setelah kemenangan China Open 2018 publik Indonesia mulai menaruh harap tetapi kenyataannya Ginting gagal perform dan kadang kalah dengan mudah dari lawan yang rankingnya jauh dibawahnya. Ginting yang terkenal dengan permainan menyerang ini telah mengoleksi dua gelas Sea Games 2015 Singapura dan 2019 Filipina. Pebulutangkis tunggal putra ranking 5 dunia ini juga memiliki dua koleksi emas Indonesia Masters 2018 dan 2020.
Jojo - sapaan Jonatan Christie juga pernah memberikan kejutan setelah menjuarai Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Jojo yang pernah bertengger di peringkat 4 dunia ini baru saja memenangkan gelar di tahun 2022 di Swiss Open. Kemudian diturnamen berikutnya Jojo menjadi runner-up di Korea Open 2022.
Baik Ginting maupun Jojo keduanya masih muda namun tahun ini seharusnya menjadi tahun keemasan mereka. Dalih masih muda tidak boleh lagi disebut-sebut. Mereka harus berpacu dengan waktu demi gelar juara dan demi merah putih di dada. Ginting saat ini berusia 25 tahun dan Jojo 24 tahun.
Ekspektasi tunggal putra kembali bersinar juga datang dari para legenda tunggal putra, sehingga tak ayal banyak kritikan mulai menghujam Ginting dan Jojo. Saat ini Ginting dan Jojo harus keluar dari tekanan untuk mempersembahkan yang terbaik. Alan Budikusuma juga memberikan pernyataan pada PBSI selaku pengelola perbulutangkisan tanah air guna segera mengorbitkan generasi muda baru di tunggal putra. Mengutip dari detiksport Alan berpesan "Tentunya PBSI juga harus menyiapkan pengganti Jonatan, Ginting, Vito dan Chico karena menurut saya empat orang ini usianya sudah lebih. Sedangkan negara lain usianya 20-an. Jadi PBSI harus menyiapkan segera. Kalau dibilang 23 24 masih muda, oh tidak. Kita lihat dari keempatnya prestasinya kurang bagus semuanya. PBSI juga jangan hanya mengandalkan keempat pemain itu saja, regenerasi harus diperhatian juga. Di PBSI usia 20-an itu banyak. Mereka harus dikasih kesempatan jangan sampai terlambat".
Tentu kita semua berharap sektor tunggal putra bersama pelatih Irwansyah mampu kembali bertaring dan memenangkan gelar-gelar prestisius. Mari kita doakan.
Penulis : Badruzzaman
Baca juga


